Pasal
Pasal 103 KUHP: Mengurai Makna Dan Konsekuensinya
Pasal 103 Kuhp: Mengurai Makna Dan Konsekuensinya – Pasal 1338 Distribusi Syarat dan Ketentuan – Kontrak adalah perjanjian antara satu pihak dengan pihak lain atau antara dua pihak atau lebih untuk dilaksanakan.[1] Kontrak ini diatur oleh undang-undang yang diberikan oleh KUH Perdata (selanjutnya disebut: KUH Perdata). Di antara sekian banyak asas hak sipil, setidaknya ada 4 (empat) asas, yaitu: asas keputusan, asas kebebasan berkontrak, asas hukum, dan asas identitas.
Itu berarti saya setuju [3]. Asas ini bersumber dari Pasal 1320 ayat 1 KUH Perdata yang menyatakan bahwa salah satu syarat sahnya suatu perjanjian adalah persetujuan para pihak yang terlibat. Menurut pendapat ini, akad itu terjadi sejak ditandatanganinya akad antara kedua belah pihak[4]. Dengan kata lain, segala hak dan kewajiban serta akibat hukum dari perjanjian itu mengikat kedua belah pihak karena telah tercapai kesepakatan tentang syarat-syarat perjanjian.[5]
Pasal 103 Kuhp: Mengurai Makna Dan Konsekuensinya
Berikutnya – prinsip kebebasan kontrak. Asas kebebasan berkontrak mengikuti Pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata. Pasal 1338, Bab 1 KUHPerdata mengatakan:
Pdf) Bab Ii Konsep Kebijakan Hukum Pidana Dalam Penanggulangan Kejahatan A. Kebijakan …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/47172/3/chapter… Ā· 2015 06 18 Ā· Kriminal Pada Hakikatnya
Kata “semua” dalam artikel tersebut berarti bahwa setiap orang bebas untuk mengadakan kontrak. Secara historis, hak kebebasan berkontrak telah memberikan kebebasan.[6]
Kebebasan untuk mengadakan kontrak tidak mutlak, tetapi ada beberapa pembatasan yang diatur oleh peraturan perundang-undangan. Para pihak juga dilarang berbicara dalam Pasal 1337 KUH Perdata tentang hukum, kesusilaan dan kesusilaan umum.
Selain asas kebebasan berkontrak, Pasal 1338(1) KUH Perdata Belanda juga memuat ketentuan undang-undang. Arti kata “di bawah hukum” dalam istilah-istilah ini biasanya tidak berarti bahwa kontrak itu mengikat. Namun, kesepakatan ini memiliki implikasi bagi kedua belah pihak. Artinya, setiap orang bebas untuk mengadakan suatu perjanjian, tetapi pihak-pihak yang mengadakannya harus mengikutinya menurut hukum.[7]
Terakhir, prinsip identitas. Asas ini berarti bahwa perjanjian hanya mengikat para pihak yang membuat perjanjian itu. Bab 1 Pasal 1340 KUH Perdata mengatur:
Pdf) Telaah Yuridis Penerapan Sanksi Di Bawah Minimum Khusus Pada Perkara Pidana Khusus
Namun ada pengecualian terhadap aturan ini, yaitu Pasal 1316 KUH Perdata dan Pasal 1317 KUH Perdata tentang kewajiban kontraktual.
Oleh karena itu, dalam penyelesaian kontrak dapat disimpulkan bahwa para pihak harus memperhatikan 4 (empat) asas yang timbul dari KUH Perdata: Empat asas adalah kesepakatan, asas kebebasan berkontrak, asas tanggung jawab dan komitmen. hak pribadi. Prinsip-prinsip ini menjadi dasar dari semua kontrak sosial dalam kehidupan sehari-hari. Sebagaimana tercantum dalam pasal 1338 KUH Perdata, undang-undang memberikan kebebasan kepada orang untuk mengadakan suatu perjanjian sepanjang tidak melanggar undang-undang, peraturan, kesusilaan dan peraturan umum. Memesan. Dia mengatakan bahwa semua kontrak mengikat secara hukum bagi mereka yang menandatanganinya.
Prof. PƤrƤsts menyimpulkan bahwa ketentuan Pasal 1338 KUH Perdata memuat asas kebebasan berkontrak. Istilah “penuh” berarti persetujuan untuk penyelesaian kontrak (kecuali jika telah dilakukan secara sah) dan, jika hukum kontrak lain berlaku, kontrak terikat dengan pihak menurut hukum. Urutkan saja atau tidak?
Salah satu asas utama hukum adalah kebebasan berkontrak. Kebebasan ini merupakan ekspresi kebebasan berdasarkan pertimbangan hak asasi manusia. Asas ini mengacu pada isi kontrak, yang menentukan āapaā dan āsiapaā dari kontrak tersebut. Kata āsemuaā mengacu pada semua kontrak yang namanya diketahui dan tidak diakui oleh undang-undang (Badrulzaman, 2001).
Kuhp Dan Kitab Prinsip Hukum
Kebebasan berkontrak berarti kebebasan memilih dan berkontrak, kebebasan berkontrak dan tidak berkontrak, dan kebebasan para pihak untuk menentukan syarat dan janji mereka, dengan kebebasan untuk mengikuti kontrak. janji. Dalam hukum, kebebasan berkontrak memiliki arti positif dan negatif. Keuntungan dari pengertian bahwa para pihak bebas untuk mengadakan suatu kontrak yang mencerminkan kebebasan kedua belah pihak dan kerugiannya dalam pengertian bahwa para pihak dibebaskan dari tanggung jawab kecuali diatur oleh suatu kontrak (Gairandi, 2003: 42). .
Prinsip kebebasan berkontrak mengacu pada pengungkapan kebebasan para pihak yang menunjukkan pengakuan hak asasi manusia (Rehman, 2003: 15).
Hukum tidak dapat digunakan untuk mengganggu kebebasan berkontrak karena kebebasan sangat penting untuk kelangsungan bisnis. Seperti pendapat Adam Smith dan Jeremy Bentham, para ekonom abad ke-19 mengajarkan bahwa tujuan akhir dari kebijakan dan pemikiran sosial haruslah konstruktif.
Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa dasar kebebasan berkontrak adalah kebebasan perseorangan, yang didasarkan pada preferensi pribadi, sehingga dapat dipahami bahwa kebebasan hak perseorangan memberikan kebebasan berkontrak (Sjahdeini, 1993: 23).
Corpus Law Journal Vol. I No. 2 Edisi September 2022 By Lk2 Fhui
Asas kebebasan berkontrak dalam perkembangannya terbukti tidak adil, karena hanya asas ini yang dapat mencapai tujuannya, yaitu jika kedua belah pihak memilikinya maka akan tercipta kekayaan.
Pria yang kuat dapat memaksa orang lain untuk mengikuti keinginannya demi keuntungannya. Janji-janji atau syarat-syarat tersebut pada akhirnya melanggar asas kewajaran dan keadilan. Dalam perkembangannya, hak ini telah menimbulkan ketimpangan dalam kehidupan manusia, sehingga negara harus turun tangan untuk menegakkan hak kebebasan berkontrak untuk melindungi yang lemah (Sjahdeini, 1993: 17).
Seperti disebutkan sebelumnya, fenomena asimetri kontrak telah diamati dalam banyak model kontrak, terutama ketika kontrak konsumen memiliki persyaratan yang sewenang-wenang. Misalnya, dalam lingkungan peminjaman bank, nasabah harus mematuhi semua petunjuk dan peraturan bank yang sedang atau akan diatur oleh Ada peraturan yang membayar bank atas kerugian nasabah. Bisnis keuangan. Misalnya, perjanjian sewa menyatakan bahwa jika penyewa wanprestasi dua kali berturut-turut, penyewa harus membayar segera dan lunas. Misalnya, ada klausul dalam kontrak penjualan yang tidak dapat dikembalikan (Hernoko, 2008: 3; Sjahadini, 1993: 193-239; Hatta, 2000).
Pertanyaan di atas memang menjadi tantangan bagi dewan juri untuk mencari solusi terbaik demi suksesnya eksekusi kontrak.
Draft Rkuhp: Penjelasan
Ini memberikan kepastian hukum di satu sisi dan keadilan di sisi lain. Menyadari bahwa hubungan antara hukum dan keadilan merupakan tugas yang sulit, maka alat-alat kesepakatan yang membuat perbedaan kepentingan dapat mengatasi persoalan āsebenarnyaā konflik antara hukum dan keadilan. Hal ini juga mensyaratkan kedua belah pihak untuk menyelesaikan kontrak yang saling menguntungkan (Hernoko, 2008: 6).
Asas kebebasan berkontrak merupakan asas yang mendasar dari hukum perjanjian, dan meskipun asas ini tidak diatur dalam undang-undang, asas ini sangat kuat bagi kesepakatan antara kedua belah pihak. Prinsip ini dimulai pada periode Yunani, diikuti oleh kaum Epicurean, dan diilhami oleh kesuksesan pribadi pada periode Yunani.
) dari ajaran Hugo de Grotto, Thomas Hobbes, John Locke dan Rousseau. Perkembangan ini mencapai puncaknya setelah Revolusi Prancis. Sebagai asas universal yang diturunkan dari konsep hukum, asas kebebasan berkontrak muncul bersamaan dengan ilmu ekonomi klasik.
Kebebasan berkontrak adalah hakekat kebebasan, suatu konsep hak asasi manusia yang perkembangannya didasarkan pada kebebasan mendukung kebebasan rakyat. Perkembangan ini bertepatan dengan pembentukan BW di Belanda, yang semangat liberalnya dipengaruhi oleh slogan-slogan Revolusi Perancis.
Pdf) Penerapan Pasal 27 Ayat 3 Undang Undang No 19 Tahun 2016 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik Terhadap Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik Melalui Internet Sebagai Cybercrime Di Hubungkan Dengan Kebebasan Berekspresi
(Kemerdekaan, Persamaan dan Persaudaraan). Menurut pendapat pribadi, setiap orang memiliki kebebasan untuk mendapatkan apa yang diinginkannya, sedangkan dalam hukum kontrak gagasan tersebut tertuang dalam asas kebebasan berkontrak (Hernogo, 2008: 94).
, mengklaim bahwa undang-undang tidak membatasi isi perjanjian para pihak. Hak ini tidak menyimpang dari kesepakatan para pihak. Ini berarti bahwa para pihak dapat memutuskan sendiri apa syarat-syarat kontrak yang ingin mereka buat.
Secara umum diterima bahwa seseorang tidak dapat dipaksa untuk membuat kontrak hukum. Kebebasan berkontrak juga mencakup kebebasan para pihak untuk memutuskan dengan siapa akan mengadakan kontrak (Sjahdeini, 1993: 38-39; Suryono, 2010: 350).
Di Amerika Serikat, kebebasan berkontrak mengacu pada hak untuk masuk ke dalam kontrak pribadi, hak untuk masuk ke dalam kontrak kerja, dan menentukan ketentuan mana yang merupakan diskusi atau percakapan yang adil. Bicaralah dengan orang lain. Termasuk hak untuk memperoleh persetujuan dari pihak lain (Sjahdeini, 1993: 45).
Pdf) 1 Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang Terorisme Sebagai
Dalam teori kontrak Prancis klasik, kebebasan berkontrak dianggap terkait dengan kebebasan para pihak. Para pihak memiliki kebebasan, yaitu keinginan untuk menentukan haknya sendiri. Suatu kewajiban kontraktual timbul dari niat kedua belah pihak sebagai suatu kontrak. Doktrin ini menekankan kebebasan individu untuk masuk ke dalam kontrak anonim
Sebagai lengkap dan negatif, penerapan prinsip kebebasan berkontrak yang terkandung dalam konteks Pasal 1338(1) DCC harus dikaitkan dengan interpretasi barang atau peraturan lain sebagai berikut (Suryono, 2009: 351)-353 ). , Hernogo, 2008, 102-103).
Menurut Pasal 1320(1), unsur hukum suatu perjanjian adalah “kesepakatan kedua belah pihak”. Menurut Pasal 1338, paragraf 1: “Semua kontrak mengikat secara hukum bagi mereka yang membuatnya.”
Menurut kedua pasal KUH Perdata tersebut, dapat dikemukakan bahwa penggunaan asas konflik dalam hukum memiliki asas kebebasan berkontrak. Jika tidak ada “kesepakatan” dari salah satu pihak, kontrak tersebut batal dan karenanya dapat dibatalkan. Orang tidak bisa dipaksa untuk setuju. Kesepakatan yang sekarang dimaksud dalam Pasal 103 KUHP tersebut mengatur bahwa ketentuan Bagian I sampai VIII KUHP berlaku juga bagi tindak pidana yang diancam dengan pidana jembatan lain, kecuali undang-undang menentukan lain. Ketentuan Pasal 103 merupakan pedoman dalam proses legislasi, menentukan kebijakan pemanasan dalam UU No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah dan pelaksanaannya (termasuk kewenangan daerah). Tahun 2004 UU No. 32 dan ketentuan yang tertuang dalam ketentuan pelaksanaannya mengenai ketentuan dokumen penting tentang ketentuan umum KUHP. Hukum pana yang demikian tidak lepas dari pemikiran bahwa Hukum Pidana adalah dasar dari semua hukum pana, sehingga seolah-olah hukum pana mematikan standar menjadi undang-undang sebagai acuan atau pedoman untuk menentukan pidana lainnya. Undang undang Undang.
Rkuhp Sebagai āomnibus Lawā
Beberapa ketentuan KUHP yang penting dijadikan acuan atau pedoman antara lain kelayakan penahanan, kata penahanan, jenis penahanan, jumlah atau lama penahanan. Namun dalam prakteknya, KUHP memiliki banyak aturan hukum pana, yang digunakan dalam sistem daerah, permintaan yang bermasalah. Berdasarkan hal tersebut maka perlu dilakukan revisi terhadap undang-undang pana induk
Pasal 103 KUHP: Mengenal dan Memahami Ketentuan Mengenai Pemerkosaan
Apakah Anda pernah mendengar tentang Pasal 103 KUHP? Jika belum, Anda mungkin penasaran apa sebenarnya yang diatur dalam pasal ini. Pasal 103 KUHP merupakan salah satu ketentuan dalam KUHP yang berkaitan dengan tindak pidana pemerkosaan. Dalam artikel ini, kita akan menjelajahi lebih lanjut tentang Pasal 103 KUHP dan mengapa pemahaman tentang hal ini sangat penting. Mari kita mulai dan temukan solusinya!
Apa yang Diatur dalam Pasal 103 KUHP?
Pasal 103 KUHP mengatur tentang tindak pidana pemerkosaan yang melibatkan persetubuhan atau penetrasi dengan kekerasan atau ancaman kekerasan. Pasal ini menjelaskan bahwa setiap orang yang melanggar ketentuan ini dapat dihukum dengan pidana penjara. Namun, penting untuk dicatat bahwa dalam praktiknya, kasus-kasus pemerkosaan seringkali rumit dan melibatkan berbagai faktor, seperti bukti, saksi, dan proses hukum yang berlaku.
Mengapa Memahami Pasal 103 KUHP Penting?
Pemahaman yang baik tentang Pasal 103 KUHP penting bagi masyarakat secara umum. Dengan memahami ketentuan hukum mengenai pemerkosaan, kita dapat melindungi diri sendiri dan orang-orang terdekat dari potensi bahaya. Selain itu, pemahaman ini juga penting bagi para korban pemerkosaan dalam memperjuangkan keadilan dan menghadapi proses hukum dengan pengetahuan yang memadai.
Memahami Pasal 103 KUHP juga penting bagi para profesional hukum, seperti pengacara, hakim, dan petugas penegak hukum. Mereka perlu menguasai ketentuan hukum ini agar dapat memberikan bantuan dan perlindungan yang tepat kepada korban pemerkosaan serta menegakkan keadilan secara adil dan akurat.
Solusi: Meningkatkan Kesadaran dan Pendidikan Hukum
Bagaimana kita dapat menangani masalah pemerkosaan dan meningkatkan pemahaman terhadap Pasal 103 KUHP? Salah satu solusinya adalah dengan meningkatkan kesadaran dan pendidikan hukum di masyarakat. Dengan cara ini, kita dapat memberikan pengetahuan yang lebih luas tentang hak dan kewajiban kita dalam menjaga keamanan diri dan menghormati hak-hak orang lain.
Program pendidikan hukum yang melibatkan pihak-pihak terkait, seperti lembaga pendidikan, organisasi masyarakat, dan pemerintah, dapat membantu menyebarkan informasi tentang Pasal 103 KUHP dan mengedukasi masyarakat mengenai bahaya pemerkosaan. Melalui peningkatan kesadaran dan pemahaman, kita dapat berperan aktif dalam mencegah tindak pemerkosaan dan memberikan dukungan kepada para korban.
Jadi, mari kita tingkatkan pemahaman kita tentang Pasal 103 KUHP dan berkontribusi dalam menciptakan lingkungan yang lebih aman bagi semua orang. Bacalah artikel ini sampai selesai dan mari bersama-sama berperan aktif dalam mencegah dan memberantas kejahatan pemerkosaan.
Pengenalan tentang Pasal 103 KUHP
Pasal 103 KUHP merupakan salah satu pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang memiliki peranan penting dalam penegakan hukum terkait kasus pemerkosaan. Dalam artikel ini, kita akan mempelajari lebih lanjut tentang Pasal 103 KUHP dan mengapa pemahaman akan pasal ini sangatlah penting.
Pasal 103 KUHP adalah ketentuan yang mengatur tentang tindak pidana pemerkosaan. Dalam pasal ini dijelaskan bahwa setiap orang yang melakukan persetubuhan dengan kekerasan atau ancaman kekerasan dapat dikenai sanksi pidana berupa penjara. Pasal ini menjadi dasar bagi penegak hukum dalam menindak pelaku pemerkosaan dan memberikan perlindungan bagi korban.
Pemahaman yang baik tentang Pasal 103 KUHP penting bagi masyarakat secara umum. Dengan memahami ketentuan hukum mengenai pemerkosaan, kita dapat melindungi diri sendiri dan orang-orang terdekat dari potensi bahaya. Selain itu, pemahaman ini juga penting bagi para korban pemerkosaan dalam memperjuangkan keadilan dan menghadapi proses hukum dengan pengetahuan yang memadai.
Pemahaman tentang Pasal 103 KUHP
Untuk memahami Pasal 103 KUHP dengan baik, penting untuk mengetahui definisi pemerkosaan yang diatur dalam pasal ini. Pemerkosaan adalah tindakan persetubuhan yang dilakukan oleh seseorang terhadap orang lain dengan menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan. Dalam konteks hukum, pemerkosaan dianggap sebagai tindak pidana serius yang melanggar hak asasi manusia.
Pasal 103 KUHP juga menjelaskan bahwa setiap pelaku pemerkosaan dapat dikenai sanksi pidana penjara. Lamanya hukuman penjara yang diberikan tergantung pada berbagai faktor, seperti tingkat kekerasan yang digunakan, dampak yang ditimbulkan bagi korban, dan keadaan lain yang relevan dalam kasus tersebut.
Dalam praktiknya, penegakan Pasal 103 KUHP seringkali melibatkan proses hukum yang kompleks. Bukti yang kuat dan saksi yang dapat dipercaya menjadi faktor penting dalam menentukan kesalahankorban. Oleh karena itu, pemahaman yang mendalam tentang pasal ini diperlukan oleh para profesional hukum, termasuk pengacara, hakim, dan petugas penegak hukum, untuk memastikan bahwa keadilan dapat tercapai.
Signifikansi dan implikasi Pasal 103 KUHP
Signifikansi Pasal 103 KUHP terletak pada perlindungan yang diberikan kepada korban pemerkosaan. Pasal ini menjadi payung hukum yang memberikan dasar bagi penegak hukum dalam menindak pelaku pemerkosaan dan menyediakan prosedur hukum yang adil untuk korban. Melalui Pasal 103 KUHP, keadilan dapat ditegakkan dan korban dapat mendapatkan bantuan dan perlindungan yang mereka butuhkan.
Implikasi Pasal 103 KUHP juga terlihat dalam upaya pencegahan kejahatan pemerkosaan. Ketika masyarakat memahami bahwa tindakan pemerkosaan adalah tindak pidana yang serius dan melanggar hukum, diharapkan hal ini dapat mendorong kesadaran akan pentingnya menghormati hak asasi manusia dan menghentikan kekerasan seksual. Selain itu, penegakan Pasal 103 KUHP juga dapat memberikan efek jera bagi potensi pelaku pemerkosaan dan mencegah terjadinya tindak kejahatan serupa di masa mendatang.
Pemahaman yang luas tentang Pasal 103 KUHP akan membantu masyarakat dalam menjaga keselamatan diri mereka sendiri dan orang lain. Dengan mengenal ketentuan hukum yang ada, kita dapat bersama-sama menciptakan lingkungan yang lebih aman dan mendukung korban pemerkosaan dalam perjuangan mereka mencari keadilan.
Meningkatkan kesadaran dan pemahaman
Untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang Pasal 103 KUHP, penting untuk mengadakan program pendidikan yang berfokus pada pemerkosaan dan perlindungan hukum yang diberikan oleh pasal ini. Program ini dapat melibatkan lembaga pendidikan, organisasi masyarakat, dan pemerintah untuk menyebarkan informasi yang akurat dan membangun kesadaran akan pentingnya melawan kekerasan seksual.
Pemerintah juga memiliki peran penting dalam memperkuat penegakan Pasal 103 KUHP. Mereka harus memberikan dukungan yang memadai kepada lembaga penegak hukum dalam memerangi kejahatan pemerkosaan, termasuk menyediakan sumber daya yang cukup dan memperkuat kerja sama antara berbagai instansi terkait.
Kolaborasi antara lembaga pendidikan dan organisasi masyarakat juga dapat menjadi solusi efektif dalam meningkatkan kesadaran dan pemahaman tentang Pasal 103 KUHP. Misalnya, penyuluhan dan pelatihan dapat diselenggarakan untuk memberikan informasi tentang tanda-tanda pemerkosaan, hak korban, dan prosedur hukum yang harus diikuti.
Mengatasi tantangan dalam penegakan
Penegakan Pasal 103 KUHP menghadapi berbagai tantangan yang perlu diatasi. Salah satu tantangan utama adalah kesulitan dalam mengumpulkan bukti yang cukup kuat untuk membuktikan kasus pemerkosaan. Oleh karena itu, penting bagi pihak penegak hukum untuk memperkuat kemampuan investigasi dan pengumpulan bukti, serta memastikan bahwa korban mendapatkan perlindungan dan dukungan yang memadai selama proses penyelidikan dan persidangan.
Tantangan lainnya adalah perlindungan terhadap korban dan perlunya dukungan psikologis. Korban pemerkosaan sering mengalami trauma dan membutuhkan dukungan yang sensitif dan komprehensif. Penting untuk menyediakan akses mudah ke layanan konseling dan dukungan psikologis bagi korban pemerkosaan, sehingga mereka dapat pulih secara fisik dan emosional.
Upaya perbaikan juga perlu dilakukan dalam hal efisiensi proses hukum dan penanganan kasus pemerkosaan. Proses hukum harus dilakukan dengan cepat dan adil, serta memastikan bahwa korban mendapatkan keadilan yang mereka cari. Sistem peradilan harus bekerja secara efektif dan transparan, dengan menempatkan korban sebagai prioritas utama.
Solusi dan upaya masa depan
Mengatasi masalah pemerkosaan dan meningkatkan penegakan Pasal 103 KUHP membutuhkan solusi dan upaya masa depan yang berkelanjutan. Beberapa solusi yang dapat diambil antara lain:
1. Mengkampanyekan perlindungan terhadap korban pemerkosaan: Kampanye yang lebih luas dapat dilakukan untuk membangun kesadaran tentang pentingnya melindungi korban pemerkosaan dan mendukung mereka dalam proses perjuangan mencari keadilan.
2. Peningkatan akses ke layanan dan fasilitas pendukung: Korban pemerkosaan harus dapat mengakses layanan medis, konseling, dan bantuan hukum secara mudah. Peningkatan fasilitas pendukung, seperti rumah perlindungan, juga perlu diperhatikan.
3. Mendukung perubahan sosial: Membangun kesadaran dan mengubah pandangan masyarakat terhadap pemerkosaan adalah langkah penting dalam menghentikan kekerasan seksual. Pendidikan seksual yang holistik, penghapusan stigma, dan promosi kesetaraan gender dapat menjadi bagian dari upaya ini.
Dengan mengadopsi solusi ini dan melanjutkan upaya masa depan, kita dapat membangun masyarakat yang lebih aman dan adil bagi semua. Mari bersama-sama menjadikan Pasal 103 KUHP sebagai instrumen penting dalam melawan kekerasan pemerkosaan dan mewujudkan keadilan bagi korban.
